Senin, 19 Oktober 2015

Kebudayaan Jepang


Jepang yang mempunyai kebudayaan yang unik membuat Negara bunga sakura itu banyak di kenal masyarakat dunia salah satunya Indonesia, kebudayaan Jepang yang sampai saat ini masih dilakukan dalam berbagai kesempatan misalkan perayaan Hanami, di karenakan masyarakat Jepang mencintai kebudayaannya sendiri dan mau menjaganya. Sekarang kita tahu bagaimana cintanya warga Jepang pada kebudayaannya sendiri.

Ada kalanya kita perlu mengetahui seperti apa kebudayaan Jepang itu, mungkin dengan mengetahui beberapa kebudayaan Jepang kita bisa sedikit meniru cara melestarikan kebudayaannya, mungkin bisa saja kebudayaan kita tetap terjaga dan tetap di lakukan seperti kebudayaan Jepang,


Berikut Adalah Beberapa Contoh Kebudayaan Jepang : 

1.Geisha
Geisha adalah seniman-penghibur (entertainer) tradisional Jepang. Kata geiko digunakan di Kyoto untuk mengacu kepada individu tersebut. Geisha sangat umum pada abad ke-18 dan abad ke-19, dan masih ada sampai sekarang ini, walaupun jumlahnya tidak banyak. Di Kansai, istilah "geiko" dan geisha pemula "maiko" digunakan sejak Restorasi Meiji. Istilah "maiko" hanya digunakan di distrik Kyoto.



Geisha belajar banyak bentuk seni dalam hidup mereka, tidak hanya untuk menghibur pelanggan tetapi juga untuk kehidupan mereka. Rumah-rumah geisha ("Okiya") membawa gadis-gadis yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin dan kemudian melatih mereka. Semasa kanak-kanak, geisha seringkali bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai geisha pemula (maiko) selama masa pelatihan. 


 2. Kabuki










Kabuki, adalah seni teater tradisional khas Jepang. Aktor kabuki terkenal dengan kostum mewah dan tata rias wajah yang mencolok.Gerakan yang sangat bergaya berfungsi untuk menyampaikan makna kepada penonton “Ini sangat penting karena bentuk kuno dari Jepang biasanya digunakan”, yang sulit bahkan untuk orang-orang Jepang untuk memahaminya.


Plot biasanya didasarkan pada peristiwa sejarah, konflik moral, kisah cinta, kisah-kisah tragedi konspirasi, atau cerita terkenal lainnya. Sebuah fitur unik dari kinerja kabuki adalah bahwa apa yang ada di dalam acara sering hanya bagian dari seluruh cerita (biasanya yang terbaik). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kenikmatan, akan lebih baik untuk membaca sedikit tentang ceritanya sebelum menghadiri acara. 


 3. Koinobori

Koinobori adalah bendera berbentuk ikan koi yang dikibarkan di rumah-rumah di Jepang oleh orang tua yang memiliki anak laki-laki. Pengibaran koinobori dilakukan untuk menyambut perayaan Tango no Sekku. Menurut penanggalan Imlek, Tango no Sekku jatuh pada tanggal 5 bulan 5 ketika Asia Timur sedang musim hujan.


Orang tua yang memiliki anak laki-laki mengibarkan koinobori hingga hari Tango no Sekku untuk mendoakan agar anak laki-lakinya menjadi orang dewasa yang sukses. Setelah Jepang memakai kalender Gregorian, koinobori dikibarkan hingga Hari Anak-anak (5 Mei). Koinobori yang tertiup angin telah menjadi simbol perayaan Hari Anak-anak.



Kalau zaman dulu koinobori berkibar di tengah musim hujan, koinobori biasanya sekarang mengingatkan orang Jepang tentang langit biru yang cerah di akhir musim semi.
   

Satu set koinobori terdiri dari ryūdama, yaguruma, fukinagashi, dan bendera-bendera ikan koi. 



Ryūdama (bola naga)
Bola yang bisa berputar dipasang di ujung paling atas tiang tempat mengibarkan koinobori.


Yaguruma
Roda berjari-jari anak panah yang dipasang di bawah ryūdama. Ryūdama dan yaguruma dipercaya sebagai pengusir arwah jahat.


Fukiganashi
Sarung angin berhiaskan panji-panji lima warna (biru, merah, kuning, putih, dan hitam) atau gambar ikan koi.
Fukinagashi melambangkan 5 unsur (kayu, api, air, tanah, dan logam), dan dipercaya sebagai penangkal segala penyakit.


Koinobori hitam (magoi)
Koinobori berwarna hitam yang melambangkan ayah dikibarkan di bawah fukinagashi.

Koinobori merah (higoi) dan koinobori warna lainnya
Koinobori lain yang berukuran lebih kecil dikibarkan di bawah koinobori merah.


Pada zaman sekarang, koinobori merah melambangkan ibu, koinobori biru melambangkan putra sulung, dan koinobori hijau melambangkan putra kedua.


4. Tanabata

Tanabata atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kota Sendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.
  

Tanggal festival Tanabata dulunya mengikuti kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat daripada kalender Gregorian. Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata diadakan malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus. Tradisi perayaan berasal dari Tiongkok yang diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara.


5. Hinamatsuri

Hinamatsuri adalah perayaan setiap tanggal 3 Maret di Jepang yang diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak perempuan. Keluarga yang memiliki anak perempuan memajang satu set boneka yang disebut hinaningyō (boneka festival). Satu set boneka terdiri dari boneka kaisar, permaisuri, puteri istana (dayang-dayang), dan pemusik istana yang menggambarkan upacara perkawinan tradisional di Jepang.
  

Pakaian yang dikenakan boneka adalah kimono gaya zaman Heian. Perayaan ini sering disebut Festival Boneka atau Festival Anak Perempuan karena berawal permainan boneka di kalangan putri bangsawan yang disebut hiina asobi (bermain boneka puteri).
   

Walaupun disebut matsuri, perayaan ini lebih merupakan acara keluarga di rumah, dan hanya dirayakan keluarga yang memiliki anak perempuan. Sebelum hari perayaan tiba, anak-anak membantu orang tua mengeluarkan boneka dari kotak penyimpanan untuk dipajang. Sehari sesudah Hinamatsuri, boneka harus segera disimpan karena dipercaya sudah menyerap roh-roh jahat dan nasib sial.


Berikut Adalah Beberapa Contoh Kesenian Jepang :

1. Ikebana

Ikebana adalah kesenian merangkai bunga yang berasal dari Negara Jepang. Bunga memiliki kehormatan dalam kebudayaan Jepang, karena Bungan dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan, sang pencipta.


Bunga dirangkai dalam bentuk tertentu dan diletakkan di altar utama. Awalnya dalam pembuatan bunga sangatlah sederhana, namun saat ini pembuatan bunga semakin sulit dan kompleks dan di butuhkan pembelajaran keahlian dalam pembuatannya.




2. Bunraku

Bunraku adalah sandiwara boneka tradisional Jepang yang merupakan salah satu jenis ningyo johruri. Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka. Johruri adalah sebutan untuk naskah dalam bentuk nyanyian. Penyanyi johruri disebut tayu, dan menyanyi dengan iringan musik shamisen.
  

Kesenian ini bermula dari pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura Bunrakuken I di Osaka sehingga diberi nama "bunraku". Sebelumnya, kesenian ini juga disebut ayatsuri joruri shibai (sandiwara johruri ayatsuri), dan baru secara resmi dinamakan bunraku sejak akhir zaman Meiji (1868-191).

Sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningyō tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri dari pandangan penonton. Gerak-gerik boneka dibuat bagaikan hidup, dengan kedua tangan dan kaki yang bisa digerak-gerakkan, serta wajah boneka yang bisa berubah ekspresi sesuai karakter yang dimainkan.

Boneka memiliki mekanisme penggerak pada wajah (mata dan mulut), dan sendi-sendi kedua belah lengan, kaki, dan jari-jari tangan yang bisa digerak-gerakkan. Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas 'tayū' dengan iringan musik shamisen.


3. Bonsai

Bonsai adalah seni untuk mengatur tanaman-tanaman dalam pot bunga layaknya pohon berukuran besar. Pemilik tanaman dapat mengatur tanamannya dengan bentuk sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Seni ini mencakup berbagai teknik pemotongan dan pemangkasan  tanaman, pengawatan (pembentukan cabang dan dahan pohon dengan melilitkan kawat atau membengkokkannya dengan ikatan kawat), serta membuat akar menyebar di atas batu. 


Pembuatan bonsai memakan waktu yang lama dan melibatkan berbagai macam pekerjaan, antara lain pemberian pupuk, pemangkasan, pembentukan tanaman, penyiraman, dan penggantian pot dan tanah. Tanaman atau pohon dikerdilkan dengan cara memotong akar dan rantingnya.


Pohon dibentuk dengan bantuan kawat pada ranting dan tunasnya. Kawat harus sudah diambil sebelum sempat menggores kulit ranting pohon tersebut. Tanaman adalah makhluk hidup, dan tidak ada bonsai yang dapat dikatakan selesai atau sudah jadi. Perubahan yang terjadi terus menerus pada tanaman sesuai musim atau keadaan alam merupakan salah satu daya tarik bonsai.


4. Rakugo

Rakugo (kata yang jatuh) adalah seni bercerita tradisional Jepang yang mengisahkan cerita humor yang dibangun dari dialog dengan klimaks cerita yang tidak terduga. Cerita dikisahkan sedemikian rupa sehingga di akhir cerita ada klimaks berupa punch line (disebut ochi atau sage) yang membuat penonton tertawa. Rakugo adalah seni yang mulai dikenal sejak zaman Edo.


Sewaktu bercerita, pencerita membawakan ekspresi dari masing-masing karakter dengan menggunakan perbedaan suara, gaya berbicara, ekspresi wajah, dan gerak-gerik, sehingga penonton bisa langsung mengenali pergantian dari satu karakter ke karakter yang lain.
    

Rakugo merupakan seni bercerita yang sederhana dengan musik latar dan efek suara yang sangat dibatasi. Musik latar hanya digunakan pada rakugo yang dipentaskan di daerah tertentu atau memang bila benar-benar dibutuhkan pada saat karakter tertentu tampil.




Baju Tradisional Jepang :

Kimono


   
Kimono (着 物) adalah pakaian tradisional Jepang. Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T”, mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagiankiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zōri atau geta. Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Ciri khas furisode adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun mengenakan furisode untuk menghadiri seijin shiki.
   

Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono.[2] Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San. Selain itu, kimono dikenakan pekerja bidang industri jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryōtei) dan pegawai penginapan tradisional (ryokan).
  

Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang (hanayome ishō) terdiri dari furisode dan uchikake (mantel yang dikenakan di atas furisode).Furisode untuk pengantin wanita berbeda dari furisode untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan untukfurisode pengantin diberi motif yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang. Warna furisode pengantin juga lebih cerah dibandingkan furisode biasa.Shiro muku adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih. Sebagai pembeda dari pakaian Barat (yōfuku) yang dikenal sejak zaman Meiji, orang Jepang menyebut pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku (和 服 , pakaian Jepang).
   

Sebelum dikenalnya pakaian Barat, semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut kimono. Sebutan lain untuk kimono adalah gofuku (呉 服 ). Istilah gofuku mulanya dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu (bahasa Jepang : negara Go) yang tiba di Jepang dari daratan Cina. 



Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Pre Test dan Post Test Etika dan Profesionalisme TSI

Nama: Dirgo Endra Purwa Ananta NPM: 11115981 Kelas: 4KA09